Wow, Ternyata Pendisiplinan Siswa Bermasalah Ke Barak Militer Ala KDM Bukan Hal Baru

0
15
Ilustrasi disiplin militer

Kitabogor – Ternyata perlu wargi kitabogor tahu, mengirim siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer untuk pembinaan disiplin bukanlah hal baru. Jauh sebelum program yang digagas Dedi Mulyadi viral, gagasan serupa pernah direalisasikan di Jakarta pada era 1990-an.

Kala itu, Jakarta mengalami periode kelam saat jalanan ibu kota kerap berubah menjadi arena pertarungan antarpelajar. Tawuran menebar teror dan mengganggu sendi kehidupan masyarakat.

Pada era 1990-an, frekuensi dan tingkat kebrutalannya mencapai titik yang mengkhawatirkan. Jalanan menjadi saksi bisu bagaimana para siswa sering kali tanpa alasan yang jelas, terlibat dalam perkelahian massal yang tak jarang berujung maut.

Situasi tersebut pada akhirnya mendorong pihak berwenang untuk mencari solusi drastis.

Di tengah kegelisahan publik dan eskalasi kekerasan pelajar yang meningkat, muncullah gagasan Sekolah Khusus Kodim. Inisiatif ini tak lepas dari peran sentral Mayor Jenderal TNI A.M. Hendropriyono yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kodam Jaya (Pangdam Jaya) dan juga Ketua Bakorstansda (Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah).

Dengan latar belakang militer yang kental, pendekatannya dalam menangani masalah sosial mencerminkan disiplin dan ketegasan khas korpsnya. Gagasan Sekolah Kodim secara resmi mulai diujicobakan pada awal Agustus 1993.

“Anak yang badung-badung, yang jadi biang kerok, yang selalu ngaco. Itulah sasaran untuk disekolahkan di situ. Dan guru-gurunya sendiri yang mengajar, cuma tempatnya di Kodim,” ujar Hendropriyono, dikutip dari majalah Jakarta Jakarta No.371 14-20 Agustus 1993.

Durasi program dirancang secara singkat. Hendropriyono menyatakan bahwa para siswa akan dikembalikan ke sekolah asal mereka paling lama satu bulan. Namun, angkatan pertama dilaporkan hanya menjalani program selama empat hari. Mereka dianggap tidak lagi berpotensi menjadi biang keladi tawuran.

Suasana sekolahpun tentu sangat berbeda dengan sekolah formal. Disiplin militer menjadi napas utama, menggantikan bel sekolah dan suasana kelas yang lebih santai. Para siswa didampingi oleh seorang perwira penuntun dan seorang bintara pembina.

 

Previous articleMelalui Bogor Hujan Trail, Ipeck Promosikan Objek Wisata di Kabupaten Bogor
Next articleMenikmati Secangkir Kopi di Tengah Kabut: Rekomendasi Tempat Nongkrong Asyik di Puncak