Budayawan Bogor Kritisi Rencana Jalan Baru yang Ancam Situs Sumur Tujuh

0
38
Budayawan Bogor Kritisi Rencana Jalan Baru yang Ancam Situs Sumur Tujuh

KitaBogor – Rencana pembangunan jalan baru sebagai pengganti Jalan Saleh Dasasmita, Batutulis, Bogor Selatan, yang ambles beberapa bulan lalu menuai kritik dari kalangan budayawan. Mereka khawatir proyek tersebut justru mengancam kelestarian situs sejarah, terutama Sumur Tujuh yang berada di dekat makam keramat Embah Dalem.

Para budayawan menegaskan bahwa penyediaan infrastruktur memang penting demi memperlancar mobilitas warga. Namun, pembangunan tidak seharusnya mengorbankan peninggalan bersejarah yang menjadi jejak leluhur Pajajaran.

“Kami sepakat kebutuhan jalan ini mendesak, karena masyarakat memang kesulitan akses. Tetapi jika jalurnya harus melewati Sumur Tujuh, itu sama saja merusak bukti sejarah,” tegas Lufti Suyudi, salah satu budayawan Bogor, Senin (25/8).

Kajian Dinilai Tidak Komprehensif

Kekecewaan semakin kuat setelah diketahui kajian rencana pembangunan tidak melibatkan budayawan maupun tokoh adat setempat. Mereka menduga kajian tersebut disusun secara terburu-buru, tanpa memperhatikan aspek pelestarian cagar budaya.

Budayawan menolak jalur yang dirumorkan akan melintasi kawasan Sumur Tujuh dan mendesak pemerintah mencari alternatif lain yang tidak berdampak pada situs peninggalan sejarah. Mereka juga meminta agar proses kajian sejak awal melibatkan sejarawan, arkeolog, hingga tokoh budaya agar keputusan yang diambil berpihak tidak hanya pada kebutuhan transportasi, tetapi juga pada pelestarian warisan leluhur.

Tanggung Jawab Moral dan Hukum

Menurut para budayawan, pemerintah memang berkewajiban menyediakan jalan yang layak bagi masyarakat. Namun di saat yang sama, negara juga memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi jejak sejarah.

“Bogor ini kota pusaka. Jangan sampai pembangunan menimbulkan konflik. Kita harus tetap menjaga nilai silihwangi-an. Pakwan Pajajaran bukan hanya milik warga Bogor, tetapi juga bagian dari warisan Nusantara,” ujar Lufti menambahkan.

Ia menegaskan, pembangunan dan pelestarian seharusnya berjalan beriringan. “Masyarakat butuh jalan, tapi generasi kita juga berhak mewarisi sejarah. Jangan sampai situs leluhur hilang hanya karena proyek yang keliru arah,” pungkasnya.

Previous articleANTA Resmi Hadir di Indonesia, Perkuat Tren Basket dan Ekspansi Ritel di Asia Tenggara
Next articleKitaro Siap Bikin Jakarta Terhanyut Lewat Konser Spesial September 2025!