KitaBogor – Dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam, Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan dua program unggulan: Ngaji Fasholatan dan 1.000 Masjid Ramah Disabilitas dan Lansia. Peluncuran ini berlangsung dalam agenda “Kick Off Program Ngaji Fasholatan dan 1.000 Masjid Inklusif” yang di gelar di Jakarta.
Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, menjelaskan bahwa masjid seharusnya tidak hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga berperan sebagai pusat pelayanan sosial dan ruang aman bagi kelompok rentan. Ia menegaskan pentingnya menjadikan masjid sebagai tempat yang ramah bagi lansia dan penyandang disabilitas.
“Masjid harus menjadi rumah yang memuliakan semua kalangan,” ujarnya. Menurut Abu, gerakan masjid inklusif tak hanya soal fisik bangunan, tapi juga menyangkut pola pikir pengurus dan jemaah.
Ia juga menekankan bahwa program Ngaji Fasholatan memiliki peran penting dalam membangun karakter umat. Salat yang baik, menurutnya, dapat membawa dampak positif bagi kehidupan sosial, ekonomi, hingga keluarga umat Islam. “Salat adalah awal dari perbaikan hidup,” katanya.
Abu turut mengusulkan adanya Bantuan Operasional Masjid (BOM), seperti halnya BOS untuk madrasah, sebagai bentuk dukungan negara terhadap operasional masjid yang selama ini lebih banyak di kelola secara mandiri oleh masyarakat.
Selain itu, ia mengajak pemanfaatan khotbah Jumat sebagai media penyampaian pesan-pesan pembangunan, mulai dari isu toleransi, keluarga, narkoba, hingga stunting. Namun, ia menegaskan pentingnya kelayakan khatib agar khotbah tetap sah secara syariat.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Arsad Hidayat, memaparkan bahwa kondisi aksesibilitas masjid masih sangat minim. Berdasarkan survei terhadap 47 masjid, hanya satu yang memenuhi standar ramah disabilitas dan lansia.
“Ini menunjukkan bahwa kita belum memperlakukan masjid sebagai ruang publik yang adil aksesnya,” tegasnya. Arsad menambahkan bahwa berdasarkan data BPS, sekitar 23 juta penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas, sehingga inklusivitas tempat ibadah sangat mendesak untuk diwujudkan.
Ia menyebut telah ada regulasi melalui Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 958 Tahun 2021 yang menetapkan standar fasilitas inklusif di masjid, seperti jalur landai, toilet khusus, dan pelatihan bagi pengelola masjid.
Contoh masjid yang sudah menerapkan standar ini antara lain Masjid Istiqlal dan Masjid el-Syifa Ciganjur. Arsad juga mengapresiasi kolaborasi dengan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dalam menyediakan panduan Al-Qur’an yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Sementara itu, Ketua PBNU, KH Masyhuri Malik, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif ini. Ia menyebut para pengurus masjid sebagai mujahid yang menjalankan misi Islam rahmatan lil-‘alamin secara nyata.
“Merawat masjid adalah jihad. Jangan remehkan peran ini,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya masjid sebagai ruang interaksi sosial bagi lansia, yang menurutnya bisa memperpanjang umur dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
KH Masyhuri juga menyoroti pentingnya keberlanjutan program. “Kalau hanya selesai di seminar, belum bisa di sebut mujahid. Harus ada tindak lanjut,” katanya. Ia menekankan bahwa pendekatan program ini harus menyentuh aspek spiritual, sosial, dan psikologis jamaah, khususnya kelompok lansia.
Program ini di harapkan mampu menjadikan masjid sebagai tempat yang lebih terbuka, ramah, dan berdaya bagi seluruh umat, tanpa terkecuali.