Helaran Budaya Bogor: Dari Inisiatif Seniwati hingga Tradisi Tahunan Kota

0
11
Helaran Budaya Bogor: Dari Inisiatif Seniwati hingga Tradisi Tahunan Kota
Foto ilustrasi upacara Seren Tahun dalam Helaran diadaptasi dari ritual Kuwera Bakti era Kerajaan Pakuan Pajajaran, karya pelukis Adenan Taufik.

KitaBogor – Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kota Bogor menyelenggarakan atraksi budaya kolosal yang tidak berkaitan langsung dengan peringatan Hari Jadi Bogor. Inisiatif ini lahir dari kerja sama antara budayawati ternama Tien Rostini Asikin dan Wali Kota Bogor saat itu, Iswara Natanegara, yang menjabat dari tahun 1999 hingga 2004.

Momentum tersebut terjadi pada masa awal pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, ketika status Bogor berubah dari Kotamadya menjadi Kota. Perubahan ini membawa dampak besar dalam struktur pemerintahan daerah. Termasuk penghapusan jabatan kepala desa yang kemudian digantikan oleh lurah dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain itu, bidang kebudayaan yang sebelumnya berada di bawah Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kandepdikbud) berpindah ke Kantor Pariwisata, Seni, dan Budaya (Parsenibud). Dengan ruang gerak yang lebih luas dan fokus yang lebih tajam dalam mengelola seni dan kebudayaan di kota ini.

Helaran budaya pertama kali digelar pada 23 November 2000 dan menjadi gebrakan baru dalam dunia seni di Bogor. Acara ini merupakan hasil dari gagasan Wali Kota Iswara yang prihatin atas minimnya kegiatan seni dan budaya di Bogor. Ia kemudian mengajak Tien Rostini Asikin—yang dikenal sebagai tokoh seni sekaligus pembina pencak silat, penasehat seni pedalangan, dan ketua umum Yayasan Palataran Pakujajar Sipatahunan—untuk merancang pertunjukan budaya yang mampu menggugah kesadaran masyarakat akan kekayaan tradisi lokal.

Persiapan acara melibatkan berbagai tokoh dan seniman, seperti pelukis Adenan Taufik dan Eman Sulaeman. Bahkan Adenan sempat menggambar skenario Helaran dalam bentuk lukisan sepanjang lebih dari tiga meter. Markas besar perencanaan kegiatan ini berada di Jalan Loader No. 1, Baranangsiang, di kediaman Yayasan Palataran Pakujajar Sipatahunan.

Yang membuat Helaran pertama ini begitu spektakuler adalah partisipasi Taman Safari Indonesia yang meminjamkan dua ekor gajah untuk ikut dalam iring-iringan. Gajah-gajah tersebut tampak seolah mengawal para seniman yang berparade dari Balai Kota menuju Gelanggang Olah Raga. Acara ini mendapat sambutan meriah dari warga Bogor dan perhatian media dari kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung.

Keberhasilan Helaran perdana ini membuat Pemerintah Kota Bogor menjadikannya sebagai agenda tetap dalam perayaan Hari Jadi Bogor. Dimulai pada tahun berikutnya, yakni 3 Juni 2001. Pada peringatan Hari Jadi Bogor ke-519 itu, Helaran digelar secara resmi dan monumental. Menunjukkan potensi besar kota ini dalam merawat warisan budaya dari masa Kerajaan Sunda di bawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja.

Dengan dukungan SDM berkualitas di Kantor Parsenibud yang dipimpin Kusdinar Sabur, Helaran menjadi simbol baru kebangkitan budaya di Kota Bogor. Inilah momen penting yang menegaskan bahwa Bogor tidak hanya kota hujan, tapi juga kota yang sarat nilai sejarah dan budaya.

Oleh: Rahmat Iskandar

Selamat Ulang Tahun ke-543 Kota Bogor, Kota Sains dan Kota Pusaka.

Previous articleSAPX Express Bukukan Laba Positif di Tengah Tantangan Ekonomi dan Ketatnya Persaingan Industri Kurir
Next articlePrincess Hurrem, Simbol Generasi Muda Indonesia yang Berprestasi di Berbagai Bidang